Langsung ke konten utama

Piknik Tipis-Tipis ke Pantai Marina Semarang

nongkrong di perahu terdampar

Assalamualaikum man teman,

Liburan sekolah tinggal beberapa hari. Setelah lima hari liburan di rumah embah di Ambarawa, kami balik ke Semarang. Biar anak-anak nggak getting shock. Maksudnya terkondisikan untuk sekolah kembali. Emak dan bapak juga dikejar tumpukan pekerjaan. So, biar sama-sama ready untuk menyongsong tahun ajaran baru dengan semangat baru juga.

Hari Jumat, 29 Desember 2017 kami berlima ingin piknik karena rupanya masih juga kurang pikniknya. Hehe. Cuaca sangat cerah. Sayang kalau nggak dimanfaatin. Jadilah kami dadakan memutuskan untuk ke pantai Marina. Lagipula 13 tahun saya tinggal di Semarang, belum pernah juga menyambangi pantai ini. Anak-anak juga seneng main air. Jadi apapun yang berlabel ‘first time’ alias pertama kali, tetep aja berkesan.
Dengan panduan GPS (tssahh kayak trip keluar kota aja), kamipun berhasil juga nyampe ke lokasi. Tiket masuknya murmer euy. Cuma lima ribu rupiah per orang. Sedangkan kami bawa tiga bocil cuma bayar lima belas ribu. Lebih irits lagi bawa jajan dari rumah. *emak piknik sambil bawa kalkulator kalik. Hihi.

Heboh lihat ombak

Pantai yang terletak di sebelah utara kota Semarang ini, lumayan indah view-nya. Di sepanjang jalan ada pepohonan rindang (pohon trembesi kalau nggak salah sih). Hawa panas hampir gak kerasa karena keberadaan pohon itu. Di bawah pepohonan juga tersedia bangku-bangku agar pengunjung leluasa duduk santai sembari menatap lepas ke arah pantai. Jangan khawatir kelaparan ya soalnya banyak kedai berderet di sepanjang pantai. Ada bakso, mi ayam, es campur, snack dan minuman kemasan. Suasana pantai nggak begitu ramai. Mungkin karena masih banyak yang liburan keluar kota. Beberapa orang memancing. Anak-anak kecil bermain pasir dan keceh. Sedang ibunya mengawasi dari jarak dekat.

Kami langsung menuju ke bagian pantai yang dipenuhi batu karang-karang besar. Konon karang itu berfungi untuk memecah ombak dan mengurangi abrasi. Di sana panas karena hanya ada pohon-pohon kering. Dari jauh, kapal-kapal berlabuh. Angin kencang menerpa wajah kami berlima. Ombak besar berdebur menghantam karang lalu pecah berhamburan menyisakan buih-buih berserakan. Suaranya gemuruh dan keras. Melihat gelombang laut yang datang dan pergi itu saya agak-agak ngeri juga. Itu mengingatkan saya tentang tsunami, tentang anak-anak yang tenggelam disapu ombak, dan sebagainya. Kesimpulannya skill berenang itu harus dimiliki setiap muslim seperti anjuran Rasulullah untuk mengajari anak-anak memanah, berkuda, dan berenang.

anak gunung bermain di pantai

Kak Shafa yang pemberani tanpa ragu berdiri di dekat karang, minta difoto. Dia malah senang terkena cipratan ombak.

“Asin, Mi airnya!” teriaknya hepi.

Kak Syamil malah nggak berani dekat-dekat karang. Dia memilih menjauh dari karang. Sedangkan si bayi dalam gendongan teriak-teriak heboh karena ini pertama kalinya baby Sayyida lihat pantai. Tiga  anak kandung beda karakter. Hihi.

Setelah puas berada di dekat karang, kami menuju ke sisi pantai yang lebih adem yaitu di dekat pohon-pohon tadi. Sambil berjalan pelan, saya menatap sekeliling. Pantai ini ada fasilitas mushola, toilet, persewaan tikar dan ban, juga perahu wisata. Oh ya ada juga beberapa kandang rusa yang terletak di sisi pantai. Tentu anak-anak antusias bersemangat memberi makan rusa.

ngasih makan rusa

Setelah bosan dengan rusa-rusa itu, baru mereka meminta kecehan alias main air di bibir pantai. Karena piknik dadakan pula, jadilah saya nggak bawain mereka baju ganti. Saya hanya bawa baju ganti buat si bayi. Meski begitu, duo kakak nggak menyia-nyiakan momen. Mereka tetap main air dan mencari kerang, tanpa adegan ngglundung-ngglundung. Momen sesederhana itupun sudah bikin anak-anak hepi. Si bayi excited lihat ombak yang pecah di bibir pantai. Kaki mungilnya sengaja saya biarkan menjejak pasir dan menyentuh air laut. Hihi dia ketawa riang.

si bujang menatap ombak

Sebenarnya pantai ini punya potensi wisata yang bagus. Sayangnya, masih ada saja sampah berserakan di dekat bibir pantai. Ada botol minuman, kulit kacang, bungkus snack, dan masih banyak lagi. Semoga makin ke sini, makin ada kesadaran bagi pengunjung untuk mencintai kebersihan dan menjaga alam.

Berhubung hari sudah semakin sore, kita memutuskan untuk pulang. Rumah kita masih jauh. perjalanan masih setengah jam lebih. Sebenarnya pengen sesekali liat sunset di sini. Berdua tok sama suami biar romantis. Trus buntutnya ditaruh mana buu? Xixixi.

Selamat liburan bagi yang masih libur. Jangan lupa bersyukur dan berbahagia. J


Komentar

andi nugraha mengatakan…
Dah lama nggak ke pantai kok jadi kangen.
Btw udah ke beberapa blog dan banyak yang bahas tentang daerah Semarang, mulai dari kuliner, tempat makannya dan ini wisatanya, lengkap banget..

Btw, salam kenal ya..
Arinda Shafa mengatakan…
salam kenal kak/mas Andi Nugraha

terima kasih sudah mampir di blog saya.

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti