Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Kisah Seorang Perempuan dan Anak-Anaknya

sumber gambar: www.idntimes.com Miang… Ia bergolek, lalu menguap lebar. Demi melihat Atri yang sepagi ini telah bersolek, ia bangkit dari singgasana nyamannya. Dengan langkah menggoda--pun jelas-jelas mencari perhatian—dihampirinya perempuan bermata coklat dan berdagu lancip itu untuk meminta jatah pelukan. Pelukan Atri adalah pelukan paling nyaman yang ia rasakan di pagi pertama ia membuka mata. “Oh, sayang…” Atri mendaratkan ciuman di pipinya. Direngkuhnya kepalanya, lalu diusap-usapnya dengan penuh cinta. Perempuan itu begitu takjub. Tampak dari manik matanya yang berbinar-binar indah. “Lihatlah, Pa. Matanya coklat seperti mataku. Hei, bukanlah bibirnya mungil seperti bibirmu? Ah, kenapa aku bisa terlambat menyadari…” Duh, bagaimana caranya bilang, kalau ia bukan seorang bayi… *** 3 tahun yang lalu. “Andai saja semua mimpi buruk itu tak menimpaku.” Atri mendesah, hampir tanpa suara. Tatapan kosong itu tertumbuk pada jendela lebar dengan tirai minimalis warna

Lelaki Tua dengan Keriut Pikulan di Pundaknya

Bagi Nin, tidak ada yang membuatnya lega kecuali sudah berbagi.           Tak muluk-muluk harapan ibu muda usia 25 tahun itu. Sepotong senyum memberi arti tersendiri mengingat di dunia ini sudah banyak orang lupa cara tersenyum. Senyum pada suami, kedua anaknya, tetangga, sampai pada tanaman yang ia sirami setiap pagi. Ekonomi pas-pasan bukan untuk dijadikan alasan bagi tangannya erat menggenggam. Kucing liar, burung yang mampir di teras rumah, dan semut yang berjalan beriringan, telah merasakan cipratan rezeki dari tangan Nin. Tangan yang selalu bergerak untuk menabur. Sekecil apapun kebaikan yang disertai ketulusan, mencipta hari-harinya penuh warna. Hingga di suatu siang yang sendu karena hujan, seorang tukang somay berteduh di carport rumahnya. Seraut wajah tua yang lelah dan basah, mengetuk pintu. Hanya meminta kemurahan hati tuan rumah untuk izin berteduh. Gigil berpadu gigi yang gemeletuk sontak menerbitkan iba di hati Nin. Nin mengangguk. Ekor matanya melirik pada du

Menulis Mewariskan Peradaban

gambar: olx.co.id Suka menulis dan ingin menjadi penulis?             Hmmm, itu hobi saya sejak zaman SD, saat lagi nge-hits korespondensi sama sahabat pena dan ngirim surat buat artis cilik. Lalu, saat SMP sudah mulai punya buku harian yang saya tulis dengan bahasa inggris ala kadarnya dan digembok pula—sok iyes banget pokoknya lah. Zaman SMA dan masuk jurusan bahasa, mulai deh baca buku sastra, dan coba-coba nekat mengirim puisi ke majalah sastra Horison walau hasilnya zonk! Masuk kuliah, kembali nulis diary sampai punya sekitar 7 buah buku harian. Lalu setelah kerempongan PPL, KKN, skripsi itu saya vakum nulis sampai bertahun lamanya. Geliat nulis kembali melanda saat saya sudah nikah dan jadi mahmud abas—mamah muda anak baru satu—dan tengah hamil anak kedua. Berawal dari ikutan lomba nulis di fb, lalu ketagihan dan nekat terus nulis sampai sekarang, insyaa Allah. Semoga terus diberikan kemudahan dalam berkarya. Aamiin.             Maka yang dapat saya definisikan dari