Langsung ke konten utama

Di Umbul Sidomukti, Hatiku Tercuri


flying fox tandem yang mendebarkan

“Ceritakan pada ibu. Apa yang kau ingat tentang tempat itu, Kak?”
Fa. Gadis kecil berusia 7.5 tahun itu mengetuk-ketukkan jemari kecilnya pada meja. Bola matanya yang agak sipit itu bergerak ke kanan dan ke kiri. Tampak ragu untuk menggerakkan bibir. Aku tahu dia sedang berusaha mengingat-ingat. Membuka file-file lama di otaknya tentang tempat favoritku ini.
Fa masih termenung. Selembar kertas putih dan sebatang pensil yang sudah diraut runcing-runcing, membisu di hadapannya.
“Oke. Sekarang coba pejamkan matamu.”
Dia menurut.
“Tolong sebutkan beberapa kata saja yang mungkin bisa kamu ingat. Yaa semacam kata kunci,” pancingku perlahan.
“Kolam…. Bukit… pinus… kuda…jurang… Ahh. Takut!” Fa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Beberapa detik kemudian, matanya mengintip dari balik jemarinya yang direnggangkan. Fa meringis. Menampakkan gigi-gigi susunya yang sudah tanggal sebagian. Lantas, Fa menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan.

view-nya indaaah

“Saat itu, aku dibonceng motor oleh ayah. Ibu mengapitku di tengah. Adik digendong ibu. Suara motor agak meraung karena jalannya menanjak. Kita berempat seperti naik-naik ke puncak bukit. Melintas jalan berkelok-kelok. Ada kebun mawar dan sayuran di kanan kiri. Sebenarnya kita mau kemana sih? Aku tak sabar ingin segera sampai.”
“Wow! Cerita yang bagus. Ayo teruskan!”
“Setelah sampai, ayah turun dan memarkir motor. Kami menuju loket untuk membayar. Setelahnya kami berjalan melewati pohon-pohon tinggi. Hawanya sejuuk sekali. Ini hari Sabtu siang, jadi kami berpapasan dengan banyak pengunjung. Eh! Ada lima kuda parkir di dekat pintu masuk kolam. Bapak-bapak yang duduk di sana menawariku untuk naik kuda. Ibu bilang ‘nanti saja. Kita lihat kolam dulu’. waah! Ternyata kolam renangnya istimewa. Ada air mancurnya yang kadang menyembur deras. itu namanya Umbul kan bu?”
Aku mengangguk. “Iya. Sejarah nama Umbul Sidomukti karena adanya air mancur yang Umbul atau Mumbul. Artinya naik ke permukaan. Sedangkan Sidomukti itu adalah nama tempatnya. Lokasinya setinggi 1200 meter di atas permukaan laut. Mata air itu namanya Tuk Ngetihan yang memancarkan air terus-menerus,” jelasku.


Fa menyimak dengan serius.
“O iya aku pernah celupin kaki di kolam. Brrr! Dingiin banget. Airnya pasti air gunung. Nggak pakai kaporit. Terus pemandangannya sangat indah. Rawa Pening yang luas di antara gunung, lembah, dan sawah jelas terlihat dari sini. Di sana juga ada pondok-pondok bambu untuk istirahat. Yang nggak boleh lupa adalah foto-foto,” celotehnya polos.
Aku tertawa. “Hmm, apa yang paling berkesan buatmu?”
“Ayah menyuruhku mencoba flying fox. Aku agak takut ketinggian tapi aku penasaran bagaimana rasanya.”
“Ya, terkadang rasa penasaran harus dituntaskan kan?” aku memotivasi.
Fa mengangguk. “Fyuh, rasanya sangaaat mendebarkan.”

flying fox for kids

“Oke. Sekarang tulis pengalamanmu tadi di kertas ini. sebisamu,” pintaku.
“Tapi aku bingung memulai dari mana,”katanya tanpa bermaksud mengeluh.
“Kamu bisa memulai dari sesuatu yang terlintas di pikiranmu.”
“Aah, ya! kuda. Aku naik kuda berwarna coklat. Pawangnya baik dan ramah. Aku diajak berkeliling sampai puas.”

naik kuda
Fa mulai menulis cepat-cepat, tapi terpatah-patah. Rupanya dia terkendala menyusun kalimat. Biarlah dia terus menulis. Ngeditnya belakangan, pesanku selalu. Dia menurut. Satu paragraf rampung dibuat. Dia tersenyum lega.
Lalu dia kutunjukkan beberapa foto di hadapannya. Ada foto saya dengan background gunung Merbabu yang menjulang. Sedang posisi lokasi wisata ini adalah di lereng Gunung Ungaran. Ada foto kami tengah menyantap mie kuah berteman teh panas yang mengepul. Teh itu cepat sekali menjadi dingin karena pengaruh hawa dingin di sekitarnya. Satu lagi foto yang kutunjukkan padanya adalah foto saat saya menjajal wahana Marine Bridge yang menantang adrenalin itu. Jaring-jaring berlubang itu membuatku sangat kelelahan untuk tiba di ujung.
“Ayo menulis lagi, Kak. Banyak sekali ide hanya dengan melihat foto-foto ini,” bujukku. “Katanya ingin jadi penulis cilik yang menerbitkan buku.”
“Tapi aku ingin sesekali menginap di villa Panorama atau Villa Pondok Kopi. Kata temanku yang pernah kesana, kalau malam terlihat lampu berkerlip-kerlip seperti bintang. Asyik lho bisa mendirikan tenda sambil bakar-bakar jagung, sosis, ikan. hehehe. “
Oh rupanya dia mengalihkan pembicaraan. Ah, kids jaman now memang imajinatif.
“Baiklah. Semoga jika kita berkunjung ke sana bisa sekalian menginap ya. Kita juga akan icip-icip kopi dan seafood, juga sate kelinci.”
“Asyiiik. Sekarang aku ingin menggambar. Judul gambarnya ‘negeri di atas awan yang menawan’ . lantas jemarinya tangkas menggoreskan pensil berujung runcing pada kertas berukuran A4. Gambarnya tepat di bawah cerita satu paragraf yang baru ditulisnya tadi. Dia menggambar dua anak tengah ber-outbond ria. Ada pohon pinus yang berjajar. Ada tiga kolam yang bersusun-susun. Ada awan-awan yang mengapung indah di sekitarnya. Luar biasa. Dia bahkan mampu mengingat kenangan tiga tahun lalu itu dengan sangat detil.

brrrr... dinginnyaa

“Boleh ibu tambah penjelasannya, biar gambarnya lengkap?” tawarku.
“Fa mengangguk sedikit. Mungkin agak mengantuk.
“Oke. Jadi penyelenggara outbond di Umbul Sidomukti adalah tim Ragentar. Ada flying fox lembah setinggi 70 meter. Bisa tandem dan bolak-balik meluncurnya. Ada Marine Bridge. Semacam jembatan dari anyaman tali. Ada pula ATV, Highest Triangle, Camping Ground untuk berkemah, dan yang dirilis baru-baru ini adalah Sepeda Awang yaitu naik sepeda di titian tali setinggi 50 meter. Wah, pasti serasa beratraksi seperti pemain sirkus. Harga tiketnya lumayan miring. Ada juga tiket terusan untuk mencoba wahana-wahana itu. Seru ya kak!”

pose dulu

“Selain itu fasilitas di Umbul Sidomukti lengkap. Ada mushola di tiga titik, kantin, resto, ruang ganti, toilet, dan parkir yang luas. Pokoknya kalau ke sini bikin betah, nggak pengen pulang kan?”
“Kak?”
Hening. Sepi.
Oh ternyata Fa tertidur menelungkup. Tangan kanannya masih menggenggam pensil. Ternyata aku hanya berkicau-kicau sendirian. Tapi tak mengapa. Setidaknya kami telah belajar banyak hal dan berbagi cerita bersama. Seberapa sering kami ke sana, kami ingin ke sana lagi dan lagi. Sebab di Umbul Sidomukti, hati kami tlah tercuri.

Lokasi dan Reservasi:
Kawasan Wisata Umbul Sidomukti
Sidomukti, Jimbaran, Bandungan, Kab. Semarang, Jawa tengah 50661
Telp                 : 082892031261
Website           : www.umbulsidomukti.com
Instagram        : @umbul.sidomukti
Facebook         : Umbul Sidomukti
Jam buka         : 08.00- 17.00 (hari biasa)
                          07.00-17.00 (weekend)





Komentar

M. Rifan Fajrin mengatakan…
Akhir tahun kemarin, tepatnya 27 Desember 2017, kami bersama guru-guru SD Labschool Unnes berkesempatan ke sana dan mencoba wahana-wahana menantang adrenalin yang tersedia.

sekejap teringat anak dan istri. Kapan-kapan ingin kembali ke sana bersama keluarga kecil kami. :)
Wahyu Widyaningrum mengatakan…
Aku belum pernah ke sana Mbak. Fa itu syafa?
Arinda Shafa mengatakan…
Mas rifan: iya mas. Tmpatnya memang sangat cocok untuk refreshing bareng keluarga.
Mb wahyu: apik mbak. Uadem sejukk. Yup Fa itu shafa hehe
bunsal mengatakan…
Ke Umbul Sidomukti aku kan kembali.

Hiyya, kebawa liris romantis tulisannya mbak Arinda nih.
Semoga kemudian bisa keterusan, muncak ke puncak Ungaran.

Salam siang dari Lombok mbak ^^
Adi Pradana mengatakan…
Seru banget, main ke Umbul Sidomukti. Saya blm pernah kesana...
tare_tarr mengatakan…
Kangen main ke sini eeeyyy :)

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti