Langsung ke konten utama

Bersama Lagu Jasmine Elektrik, Merawat Kenangan Masa Cilik



Malam berhias hujan. Miliaran bulirnya menyapa genting, kanopi, rerumput, dan tanaman hias di halaman sana. Rinainya rapat serupa tirai. Aku menyukai aroma pethicor yang menguar. Bagiku, aroma itu serupa aromatherapy yang berefek menenangkan. Lirik lagu ‘ibu’ yang disenandungkan oleh Jasmine Elektrik, terdengar sayup di playlist laptopku.

Kau ajariku berjalan
Membimbingku perlahan
Hingga tercapai segala yang kucita citakan
Selama ku dibesarkan
Selama ku dipelukan
Begitu banyak dosa yang telah aku lakukan

Buat ibu terluka
Buat ibu kecewa
Mohonku diingatkan
Mohonku dimaafkan

Kukayuh perahu menuju pulau citaku
Diiringi doa nasihat bijakmu ibu
Kuarungi hidup berbekal ilmu darimu
Kasih sayangmu ibu tak terbantahkan waktu

Anganku mengembara mengingat ibu hingga mentunaskan sebongkah rindu. Ibuku sosok mandiri. Sejak aku kecil, ayah sudah merantau ke ibukota. Jadwal kepulangannya dua pekan sekali. Ibuku seorang guru yang disiplin, telah mempersiapkan menu lengkap ketika aku membuka mata. Ia lalu memintaku mandi, ganti baju dan sarapan. Ibu adalah orang yang terakhir tidur dan pertama bangun. Memastikan tanggungjawabnya selesai dengan baik. Semua urusan beres, meski tanpa asisten rumah tangga.

Masih lekat dalam ingatan saat ibu belajar naik motor demi bisa mengantar anak-anaknya ke sekolah. Dengan motor grand 95 yang saat itu ngehits di zamannya, ibu membocengku, adik, dan sepupu. Jangan tanya berapa kecepatan motor bebek itu. Empat puluh kilometer per jam adalah kecepatan maksimal sesuai level kehati-hatian ibu. Ditambah lagi himbauan di sepanjang perjalanan,
 “yang tenang, biar motornya seimbang.”
“eh jangan banyak gerak. Jalanan ramai ni lho!”
Fyuuh, sampailah kami di sekolah dengan selamat. Sempat ikut tegang selama perjalanan dengan jarak  hanya 1 kilometer itu.

Pernah juga kami mengalami hal menggelikan tetapi sempat menjadikan ibu trauma. Ya, sore itu aku dan adik dibonceng ibu jalan-jalan. Saat itu ibu masih amatir dalam mengendarai motor. Baru beberapa meter perjalanan dari rumah, seekor induk ayam milik tetangga mendadak melintas. Karena grogi dan tak sempat menghindar, ayam itu terlindas roda dengan sukses dan langsung mati di tempat. Ibu sampai gemetaran. Mungkin karena telah menghilangkan nyawa seekor makhluk hidup bernama ayam. Setelah kejadian itu, seminggu lebih baru berani naik motor lagi.

Ibuku juga tipikal ibu yang selalu bergerak. Aktif di berbagai kegiatan sosial. Nggak ada kamus mager dalam hidupnya. Mager hanyalah saat ibu benar-benar sakit yang mengharuskan istirahat. Dua puluh empat jam, mungkin kurang buatnya. Sepagi dan sesiangan mengajar, sorenya masih saja ada agenda. Kalau bukan arisan, ya takziah, kondangan, besuk orang sakit, jenguk bayi, rapat kelurahan, rapat kerja guru, rewang hajatan, dan entah apa lagi. Ibu tak jauh beda dengan ibu negara yang melakukan lawatan kemana-mana. Mungkin karena hidup di desa dimana orang saling mengenal satu sama lain, sudah sewajarnya melakukan kegiatan sosial tersebut. Lalu malamnya masih mengoreksi tugas murid-muridnya dan tentu saja membantuku menguasai materi pelajaran. Begitu terus, setiap hari, sepanjang bulan dan tahun, bahkan sampai sekarang. Semoga lelahmu berbuah balasan yang besar ya, bu. Aamiin.

aku, ibu, dan dua adikku
Begitu banyak kenangan masa kecil yang kisahnya masih kurawat sampai kini. Kutempatkan kisah-kisah itu pada kotak dalam memori jangka panjang. Kucatat baik-baik nasihatnya dalam file khusus di ruang hati sehingga dapat kutemukan dengan mudah.

Nasihat pertama adalah menjadi pribadi jujur. Dalam segala urusan, kejujuran adalah harga mutlak dan utama. Jujur adalah akhlak mulia yang keberadaannya mulai tergerus zaman. Jujur itu mujur. Saya percaya ada garis keberuntungan bagi orang jujur. Oleh karenanya ibu tak suka dengan segala bentuk kecurangan. Tak sepakat dengan membeli ‘kursi’ untuk mendapatkan pekerjaan tertentu. Kejujuran selalu membawa rasa tenang, kebaikan dan berkah. Sebaliknya, kecurangan membuat hati was-was, keburukan dan ketidakberkahan. Saya memegang nasihat tentang kejujuran ini dan semoga mampu mengaplikasikan dalam kehidupan.

Nasihat kedua adalah tentang hidup sederhana, tidak neko-neko dalam gaya hidup. Aku tahu sepatu dan tas yang dipakai ibu mengajar hanya itu itu saja. Pakaian di lemarinya banyak, tetapi hadiah dari banyak orang. Perabot di rumah juga sangat jarang diperbarui meski sudah berusia tua, seperti kulkas, mesin cuci, dan sofa. Bukannya sayang untuk membeli barang-barang baru, tetapi lebih memaksimalkan ‘tugas’ penggunaannya. Membeli karena membutuhkan, bukan semata-mata keinginan. Yang seperti terakhir itu namanya godaan nafsu.

motor perjuangan, motor kenangan
Ah, aku jadi ingat tentang motor tua itu. Motor yang sudah ada sejak aku kelas empat SD itu, ternyata masih kuat menemaniku kuliah, praktik pengajar, KKN di pelosok desa, wira-wiri menggarap skripsi, dan mobilitas mengajar setelah lulus. Pada zaman itu, motor sudah bermodel lancip nan futuristik bahkan sudah ada motor matic keluaran terbaru. Jika kebetulan parkir di pelataran fakultas, halaman kos, atau parkiran kantor, motor grand kesayangan itu tentu kebanting, tapi alhamdulillah aku tak merasa minder. Cuek saja. Bahkan aku masih mengagumi performance-nya sampai sekarang. Si Grandy itu kembali ke rumah ibu agar lebih banyak beristirahat. Ia hanya dipakai sesekali saat ayah memetik hasil kebun. Semoga aku tetap menjadi serupa grandy yang sederhana dan bersahaja.

Terima kasih telah memberiku ruang untuk mencoba, waktu kebersamaan yang berharga, dan kenangan yang mengabadi dalam tiap keping puzzle hidupku.

Jika kau sedang marah atau kesal pada ibu, ingatlah ini. Sebuah kisah tentang ibu; perempuan yang merelakan kantong rahimnya untuk benih manusia. Tentang dia yang mengantarkanku ke dunia dengan taruhan nyawa satu-satunya. Tentang sosok pemilik surga di dibawah telapak kaki. Dia mencakup segala definisi tentang cinta. Seorang ibu selalu menempati ruang paling istimewa di hati seorang anak. Mencintainya, tak harus menunggu momen hari ibu sebab kasih sayangmu ibu, tak terbantahkan waktu.
#JasmineElektrikCeritaIBU


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti