Langsung ke konten utama

Resensi : Memahami Pernik Pernikahan dalam Mengukuhkan Pondasi Rumah Tangga




Judul  Buku     : Kugapai Bahagia Bersamamu
Penulis             : Rena Puspa
Penerbit           : indiva
Tahun Terbit   : Mei 2016
Jumlah Hal      : 168 halaman

            Setiap lelaki dan perempuan yang telah terikat dalam ikatan suci pernikahan tentu mendamba pernikahan yang sakinah, mawaddah, warahmah penuh dengan ridho Allah. Kesemua itu berkorelasi dengan kebahagiaan yang ingin dicapai bersama. Namun, kenyataan di lapangan, tujuan itu belum terasa ‘konkret’ sebab jika diurai lebih lanjut, rata-rata setiap pasangan masih kebingungan dengan konsep samara beserta realisasinya. Tujuan itu harus dirumuskan dengan spesifik, terukur, terarah dan selaras (21-22)
            Suami dan istri diibaratkan sebagai puzzle yang bagian-bagiannya klop satu sata lain. Sebelum menikah, mereka membawa karakter dan kebiasaan khas dari masing-masing keluarga. Maka dalam mengarungi biduk rumah tangga, setiap pasangan seyogyanya siap mengalami proses potong dan asah sehingga dihasilkan bentuk yang benar-benar utuh sebagai bagian yang pas dengan puzzle pasangan (hal.24).
            Dalam setiap proses penyelarasan, pengenalan diri dan pasangan merupakan elemen penting sebab fitrah pernikahan adalah membahagiakan pasangan untuk kemudian meraih kebahagiaan bersama. Oleh karenanya, masing-masing harus bahagia dan memiliki cinta, seperti kata ibnu Qoyyim Al Jauziyah bahwa sesungguhnya alam semesta digerakkan oleh cinta, yaitu cinta dari Yang Maha Hakiki.
            Pengikat utama sebuah pernikahan adalah komitmen. Namun, komitmen saja tidak cukup untuk menjalani hari-hari pernikahan yang panjang. Romantisme dan hubungan seksual, selain sebagai sarana ibadah, juga merupakan hadiah dari Allah sebagai rekreasi suami istri menghidupkan ruh dalam kejenuhan aktivitas. Meski tak pelak, kesemuanya itu membutuhkan ilmu, latihan, kesabaran, komunikasi dua arah, dan saling memahami.
            John M.Gottman dalam The Seven Princples for Making Marriage Work, menyatakan bahwa pasangan yang bahagia pun pernah bertengkar. Pertengkaran yang ribut belum tentu membahayakan pernikahan. Dalam buku ini, disajikan juga bab tentang mengelola konflik dalam rumah tangga. Sebab sejatinya keberadaan konflik menunjukkan dinamika dan pertumbuhan dalam pernikahan (hal. 103) dan bukan merupakan hal yang harus dihindari.
            Selain membahas tentang pernik pernikahan, penulis memberikan wacana dalam bab aplikasi dzikir istghfar serta doa dan kepasrahan. Kedua bab tersebut menitikberatkan pada bagaimana menyembuhkan luka dengan memaafkan, sebab tak seorangpun di dunia ini luput dari kesalahan. Bagaimana menjadikan diri dan pasangan semakin dekat dengan Allah dengan selalu mengingat-Nya dan meyakini kekuatan doa. Kedua bab tersebut merupakan bab-bab yang tak terpisahkan dari bab-bab sebelumnya sebagai solusi dan ikhtiar untuk mencapai tujuan pernikahan.
            Dengan bahasa yang lugas dan ringan, penulis mengajak pembaca untuk menelusuri pernak-pernik obrolan seputar pernikahan pada umumnya beserta solusinya. Melalu buku ini, pembaca seakan diajak berdiskusi santai tanpa merasa digurui meski terdapat selipan-selipan ayat, hadist, dan kata-kata bijak di dalamnya. Buku ini cocok dipersembahkan untuk para lajang yang sedang mencari jodoh, calon pengantin, pengantin baru, bahkan pengantin lama agar semakin bersyukur dan berbahagia. Selamat membaca!

Diresensi oleh Arinda Shafa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti