Langsung ke konten utama

resensi Kumkis 'Aku Bukan Perempuan Cengeng'


Judul buku      : Aku Bukan Perempuan Cengeng
Penulis             : Iva Afianty, Aisyah Nurcholis, dkk
Penerbit           : Indiva
Tahun Terbit   : Januari 2017
Jumlah hal       : 184 halaman
ISBN               : 978-602-6334-15-2


Belajar Ketegaran dari Kisah-Kisah Inspiratif

Pepatah ‘hidup seumpama perputaran roda’ tentu tak asing di telinga kita. Bahwasanya hidup sendiri adalah serangkaian ujian. Ada kalanya seseorang berada di posisi atas, bahagia, sejahtera, dilimpahi kemudahan, dan tanpa masalah. Di sisi lain, ada yang tengah dirundung duka, penuh masalah, dikelilingi kesulitan, bahkan kesakitan.  Setiap pribadi berbeda dalam merespon ujian yang tak mengenakkan. Ada yang santai, bingung, mengeluh, stress, hingga berujung depresi. Ekspresi paling umum dalam merespon kesedihan/rasa sakit adalah dengan menangis. Menangis bukan berarti anda seorang yang menye, cengeng, dan penuh drama. John Bradshaw dalam bukunya Home Coming  bahwa kita perlu terisak, menangis, berkeringat, dan gemetar (hal 8-9)
Lantas, apa jadinya bila teman dekat kita menjadi orang yang paling menyebalkan seluruh dunia? itulah yang dialami tokoh ‘saya’ saat kawannya menjatuhkan, menyakiti, dan mempermalukan dirinya. Tak sampai di situ, si kawan juga berkali-kali membuat ‘saya’ lelah dan sakit hati. Namun, ‘saya’ berusaha tetap berbuat baik padanya sehingga ‘saya’ menemukan hikmah berharga dalam kehidupan (hal 72)
Lain lagi yang dialami oleh Gia. Dia seorang gadis I have no problem  yang seolah hidup tanpa masalah. Baginya, hidup adalah untuk dinikmati dan disyukuri. Dia menjadi ‘tong sampah’ yang menampung curhat teman-temannya dan selalu hadir dengan solusi. Anehnya, dia tetap bisa tertawa kala menjalani kemoterapi kanker. Dia tetap bisa bersyukur atas garis hidup yang ditakdirkan Tuhan. Seberat apapun cobaan, Tuhan tak pernah keliru menimpakan ujian. Kunciny adalah berpikir positif, selalu bersyukur, dan tidak menjadi cengeng. Berpikir bahagia, maka kita akan bahagia (hal 99)
Satu kisah yang tak kalah menginspirasi adalah kisah ‘aku’ yang tengah menuntut ilmu di negeri Cina. Merupakan tantangan besar bagi muslimah yang berada di tempat asing dan dikelilingi orang asing yang tentu berbeda budaya dan kebiasaan. Mulai dari masalah jilbab, makanan halal, toilet, tempat untuk beribadah, hingga pekatnya kerinduan untuk pulang ke kampung halaman. Meski berat, ‘aku’ bertekad keluar dari zona nyaman. Semua tantangan dihadapi dengan kepasrahan pada Tuhan. Mengeluh bukan jalan keluar, itu justru jalan buntu (hal115)
Aku Bukan Perempuan Cengeng ini merupakan buku nonfiksi pertama dari seri Girl Talk Series yang ditulis oleh 13 penulis. Masing-masing penulis bertutur tentang ketegaran, keteguhan hati, dan kesabaran perempuan dalam menghadapi peliknya ujian. Tak hanya menceritakan kisah-kisah nyata, tetapi juga memaparkan fakta dan solusi agar tidak terjebak untuk bersikap cengeng. Menangis itu perlu, akan tetapi jangan berlarut-larut dalam kepedihan. Bangkit dan kembali menyongsong mentari esok hari. Begitulah pesan yang ingin disampaikan buku ini. Berbagai hikmah berharga dapat dipetik sekaligus kita belajar makna ketegaran dari kisah-kisah di buku ini tanpa terasa digurui. Selamat membaca!

Diresensi oleh: Arinda Shafa



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti

Puisi-Puisi Arinda Shafa

Puisi-Puisi Arinda Shafa Puisi Perpisahan dari siswa untuk guru Janjiku Pada Bunda Guru Tiga tahun lalu, aku terpaku Termangu-mangu Terperangkap di kelas asing, teman-teman baru, Dan ruang gedung yang bisu Melongok-longok dengan beribu ingin tahu Pada sosok guru berkemeja dua saku Oh! Langkahmu tegap tanggalkan ragu Senyummu cerah, rekah, merona-rona Serupa rumpun-rumpun tetaman bunga Beruntai-untai ilmu menyeruak ke segala penjuru Peradaban tegak di pundak punggungmu Kami berkelana,tersesat di tempat-tempat jauh Imajinasi, inspirasi, buncah bergemuruh Keseriusan, ditingkah canda nan gaduh Namun, waktu meniup bulir-bulir kenangan Serupa kuncup-kuncup benangsari dihembus angin siang hari Dedaun luruh, hempas menyedihkan di atas lapangan upacara Di sana, ribuan kisah terangkai tercipta Seelok kilau mutiara raja brana Wahai guruku, sang penggubah peradaban Kan kutampatkan kata-katamu di atas nampan pualam Teguh janjilah sudah, b