Langsung ke konten utama

Harapan Kami untuk Jakarta Bebas Macet



Selain Monumen Nasional (Monas), kemacetan menjadi ‘ikon baru’ kota Jakarta beberapa tahun terakhir. Kemacetan telah merata seakan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari warga ibukota. Titik strategis dipadati berbagai jenis kendaraan. Penyebabnya adalah pertumbuhan penduduk beserta aktivitasnya, pesatnya laju urbanisasi, serta banyaknya volume kendaraan yang memadati tiap ruas jalan. Hampir-hampir tak ada celah sebab trotoar pun telah disabotase dan beralih fungsi menjadi jalan raya.
Tak perlu dibayangkan betapa lelahnya terjebak kemacetan. Mood dan waktu produktif untuk bekerja, sudah diawali dengan suara hingar bingar klakson. Pulang bekerja memimpikan untuk segera melepas penat di rumah. Namun nyatanya macet tak terhindarkan. Quality time bersama keluarga membuat kesabaran kian menipis. Polusi udara dan polusi suara makin menyumbang pusing, letih, dan jenuh. Semua terakumulasi menjadi rentetan problem serius seperti timbulnya masalah kesehatan, kecelakaan, dan stress. Bagaimana jadinya apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut?

            Hal tersebut menjadi PR besar bagi pemerintah dan pihak Polantas untuk mengupayakan solusi untuk masalah krusial menahun ini demi hajat hidup warga.  Harapan-harapan yang mewakili sebagian besar masyarakat adalah sebagai berikut:
  1. Perbanyak personil polisi untuk menertibkan lalu lintas, terutama di jam-jam sibuk.
  2. Perketat sanksi/ tindakan tegas bagi kendaraan umum yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas.
  3. Perbanyak transportasi umum (MRT) serta mengefektifkan sosialisasi dan pengoperasiannya.
  4. Di area 3 in 1 kendaraan pribadi pada praktiknya menggunakan jasa joki. Alangkah baiknya pihak polantas menertibkan para joki.
  5. Penertiban parkir, yaitu kendaraan harus parkir di tempat yang telah disediakan.
  6. Pembatasan umur kendaraan. Sepintas terkesan diskriminatif, tetapi hal ini penting demi kelancaran lalu lintas. Kendaraan yang tak layak jalan justru akan menggangu dan menjadi penyebab kemacetan.
  7. Pembangunan jalan layang.
Itulah rangkaian harapan masyarakat untuk Jakarta bebas kemacetan. Semoga program-program itu mampu direalisasikan dalam langkah nyata. Marilah kita semua bahu membahu mewujudkan ibukota tanpa kemacetan.

*Blogpost ini diikutkan dalam Lomba Blog Ditlantas

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti

Puisi-Puisi Arinda Shafa

Puisi-Puisi Arinda Shafa Puisi Perpisahan dari siswa untuk guru Janjiku Pada Bunda Guru Tiga tahun lalu, aku terpaku Termangu-mangu Terperangkap di kelas asing, teman-teman baru, Dan ruang gedung yang bisu Melongok-longok dengan beribu ingin tahu Pada sosok guru berkemeja dua saku Oh! Langkahmu tegap tanggalkan ragu Senyummu cerah, rekah, merona-rona Serupa rumpun-rumpun tetaman bunga Beruntai-untai ilmu menyeruak ke segala penjuru Peradaban tegak di pundak punggungmu Kami berkelana,tersesat di tempat-tempat jauh Imajinasi, inspirasi, buncah bergemuruh Keseriusan, ditingkah canda nan gaduh Namun, waktu meniup bulir-bulir kenangan Serupa kuncup-kuncup benangsari dihembus angin siang hari Dedaun luruh, hempas menyedihkan di atas lapangan upacara Di sana, ribuan kisah terangkai tercipta Seelok kilau mutiara raja brana Wahai guruku, sang penggubah peradaban Kan kutampatkan kata-katamu di atas nampan pualam Teguh janjilah sudah, b