Langsung ke konten utama

Di Balik Layar Terbitnya Buku ‘Sahkan Aku di Depan Penghulu’


Assalamu’alaikum wr wb
Selamat siang semua,

Alhamdulillah, kita masih dipertemukan dengan bulan Ramadhan yang penuh barakah ini. Semoga kita dapat mengisinya dengan amalan-amalan terbaik . aamiin.

Beberapa hari menjelang ramadhan, buku duet yang saya tulis bersama mbak Ririn, terbit. Rasanya seneng dan bersyukur banget, mengingat saya sebagai penulis pemula merasa begitu susah menembus mayor label. Ternyata, dengan niat, tekad kuat, dan pantang menyerah, impian itu satu per satu bisa tercapai. Kesabaran tiada batas juga berbuah manis hihi.

Banyak yang kepo, kok bisa sih saya nulis bareng mbak Ririn? Secara beliau penulis produktif yang karyanya sudah seabrek-abrek., bahkan karyanya ada yang mau difilmkan. Sedang saya? Hiks. Masih merangkak-rangkak untuk terus menulis. Mengingat si baby Sayyida udah maunya berdiri-diri. Kalau emaknya buka lepi, dia seakan mau berpartisipasi ikut mencet-mencet keyboard. Huhu. *curcol mode on.

Baiklah kita kembali ke topik. Jadi, kira-kira awal bulan April tahun 2015, saya dijapri mbak Ririn. Beliau menawarkan untuk menulis naskah duet. Konsep bukunya kisah-kisah inspiratif perjuangan mereka yang menikah dalam usia yang matang, lewat jalan yang syar’i dalam pencarian jodoh. Rencana judulnya ‘Bersabarlah, Tak Mungkin Kau Tak Laku’ atau ‘Semua Akan Nikah pada Waktunya’. Masing-masing dari kami menulis 10 kisah based on true story. Itu artinya, saya harus mencari narasumber dan melakukan wawancara singkat. 5 narsum perempuan, 5 narsum laki-laki. Hmmm… saya langsung iyain aja deh meski belum ada bayangan mau interview siapa saja. Daaan yang paling menantang bagi saya adalah menyelesaikan naskah kira-kira 50 halaman dalam waktu satu bulan.

Bagi penulis yang sudah terbiasa menulis dan mengetik cepat, hal itu cukup mudah. Sedang saya, kadang nulis sambil diinterupsi macam-macam sama bocahs. Heuheu. Mungkin saya nekat ya. tapi ini kesempatan bagi saya untuk maju. Why not?

Setelah fix soal tema, judul, konten, jumlah halaman, dan DL, saya mulai mencari narsum. Saya japri teman saya satu per satu. Saya pun harus bersabar menunggu mereka curhat alias menyetor cerita. Ada beberapa orang yang bahkan saya datangi. Ceritanya mendadak jadi wartawan nyari berita hihi.

Selesai mengumpulkan data, saya pun membuat draft dan mulai menulis. Ketak-ketik, lembur, nglimpe’in anak, dan mencuri-curi waktu untuk nulis. Alhamdulillah belum ada sebulan, naskah sudah jadi, lalu saya kirim via email ke mbak Ririn. Naskah kami satukan, lalu ditawarkan ke penerbit A.

Berbulan-bulan kami menunggu, Alhamdulillah ACC. Rasanya plong sekali. Alhamdulillah yaa Allah. Alhamdulillah revisi tak banyak. Kamipun menunggu hingga buku itu naik cetak. Rasanya lamaa sekali seperti nunggu jodoh #eh. Tak ada petir, tak ada hujan, pihak penerbit bilang kalau ada masalah internal dalam perusahaan jadi naskah kami kemungkinan hanya dicetak terbatas.

Saya dan mbak Ririn pun akhirnya memutuskan untuk menarik naskah itu. Kami coba kirimkan ke penerbit B. Setelah menunggu 3 bulan, dinyatakan ditolak. Sedih? Pasti. Tapi harus move on untuk cari jodoh lagi. Ups. Ternyata naskah kami ‘nanggung’. Tak menarik jika hanya berisi kisah tanpa materi. Seperti buku kumcer meski sebenarnya ini masuk kategori nonfiksi karena diilhami kisah nyata.

Ya, perjuangan belum berakhir. Saya dan mbak Ririn kembali ngrombak naskah. Kembali ngubek-ubek buku referensi untuk membuat buku ini benar-benar ‘nonfiksi’. Setelah naskah fix, naskah dikirim ke penerbit C, eh maksudnya kaysa media (imprint dari puspaswara publishing yang biasa menerbitkan naskah terjemahan) mengontak Mbak Ririn. Rupanya pucuk dicinta, ulampun tiba. Setelah direview selama beberapa bulan, Alhamdulillah ACC. Ya Allah, akhirnya naskah tentang pencarian jodoh ketemu jodoh juga J.
Alhamdulillah, setelah menunggu (lagi), akhirnya buku kami terbit. Judulnya diganti dengan yang lebih ‘menjual’ dan sukses bikin baper: Sahkan Aku di Depan Penghulu. Huhuy! Diterbitkan oleh media pusindo (puspaswara) awal Mei 2017. Buku ini sempat jalan-jalan ke IBF Jakarta kemarin loh padahal saya belum lihat penampakan bukunya.

Lantas, setelah bukti terbit telah di tangan, saya langsung jalan-jalan ke gr*media. Ini nih sindrom penulis pemula. Cari buku sendiri trus jepret penampakannya. Biar norak begini, yang penting bikin mood nulis terjaga. Heuheu. Saya cari di computer, sudah masuk list tapi stok kosong. Karyawan toko bilang kalau stok habis. Alhamdulillah kalau habis.

Saya pun jalan-jalan mengitari toko buku (tentu bareng suami dan bawa 3 bocahs). Saya melihat buku-buku bagus ditata rapi di sana. Ada kategori new release, juga best seller yang bukunya dipajang dimana-mana. Beberapa penulis yang saya kenal di dunia maya, karyanya mejeng juga di situ.

Saya terus berpikir dan merenung sambil tetap mengitari rak demi rak, plus gendong bayi dan ngawasin duo bocah yang lari kesana kemari (emang bisa gitu ya. iyalah, multitasking wkwk), bahwa di setiap buku yang terpajang di rak rak itu, mengalami perjalanan yang panjang. Ada kerja keras penulisnya yang mencari ide, riset, ngubek-ngubek referensi, menuliskannya siang malam, mengirimkan ke penerbit, menunggu selama hitungan bulan, kalau ditolak ya wassalam. Cari jodoh penerbit lain. Kalau diterima alhamdulilah, revisi sana sini, belum kalau naskah anak ya berhubungan sama editor, tim desain, illustrator, dll yang cukup riweuh tapi seru hihi. Baru agak bisa bernapas lega kalau buku udah naik cetak. Itupun kita mikir royalty masih dipotong pajak. Pajaknya lumayan besar kalau nggak punya NPWP. Huks. Dan syedihnya itu kalau pa udah terbit, langsung ditodong ‘buat aku, gratis dong!’ heuheu. Meskipun becanda, tetep aja jleb rasanya. soalnya ngerasain sendiri bahwa untuk menghasilkan satu karya saja (sesederhana apapun karya itu), tetap membutuhkan banyak pengorbanan. Fyuhh… *maap jadi curcol lagi. Hihi.

Oh ya promo diskon 20% sudah ditutup ya karena hanya sampai awal ramadhan kemarin.

Berhubung emak mau beberes, sekian saja sharing dari saya, momwriter wannabe yang masih ingin terus nulis di tengah hiruk pikuk bocahs. Semoga bisa diambil manfaatnya ya. semoga bukunya juga berkah, laris manis, aamiin.

Wassalamu’alaikum wr wb


Rumah Cahaya, 28 Mei 2017

Komentar

Wahyu Widyaningrum mengatakan…
Semoga ada kopdar kita bisa ketemuan ya mbak. Ini pesenanku :) hihihi penisirin :D
Khulatul Mubarokah mengatakan…
Emang keren kok bisa duet sama Mbak Ririn. BTW, kebayang lah remponganya mamak-mamak. Prod of you.

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means