Langsung ke konten utama

Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat Banyubiru yang Unik dan Menginspirasi


Assalamu’alaikum teman-teman semua, 
Semoga dalam keadaan sehat dan selalu dalam limpahan cinta-Nya. Aamiin.

Alhamdulillah, hari Sabtu tanggal 19 November 2022, kami rombongan Penulis Ambarawa (Penarawa) mendapatkan kesempatan berharga untuk silaturahim ke pesantren Kasepuhan Raden Rahmat. Pondok pesantren yang dikhususkan untuk para lansia ini berlokasi di desa Gedong RT 003 RW 001, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Kami berangkat dari Ambarawa sekitar pukul 08.30 dan hampir satu jam kemudian, rombongan kami tiba di sana. Jalan terus menanjak-nanjak tetapi pemandangan pedesaan yang asri begitu memanjakan mata. Udara segar memanjakan paru-paru dan dari ketinggian lereng gunung Gajah, kami bisa melihat danau Rawa Pening yang terhampar luas beserta deretan gunung-gunung yang mengitarinya. Masyaa Allah.
Sesampainya di sana, kami disambut dengan hangat oleh ustadz Winarno selaku pemilik pesantren beserta para santri yang sedang gladi bersih di dalam masjid. Acara berlangsung khidmat. Para lansia-lah yang menjadi MC, tilawatil qur’an dan saritilawah, dirijen, serta pembaca doa. Ketika menyanyikan lagu mars pesantren lansia, ada keharuan yang merambati dinding hati kami. 

Tinggalkan anak tinggalkan cucu
Doakan kami menuntut ilmu
Di bawah bimbingan para guru
Majulah ayo maju terus laju (laju)

Tidak kembali pulang
Sebelum ngajinya khatam (harus khatam)
Walau usia kita semakin senja
Untuk agama teruslah berjuang…
Para mbah kakung dan mbah putri masih semangat menyanyikan mars tersebut dengan semangat. Saya jadi tersentil. Seharusnya lebih muda, lebih semangat mengaji dan menuntut ilmunya. Tidak boleh kalah dong sama mbahkung dan mbah putri yang nyantri. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Usia senja bukan penghalang untuk mengkaji ilmu agama. Bukankah Rasulullah SAW telah memberikan motivasi dahsyat dalam hadist-nya ‘Siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga’ (HR. Muslim no. 2699). Semoga kita semua menjadi orang yang cinta ilmu dan senang mencari ilmu untuk mencari keridhaan-Nya. Aamiin.
Acara dilanjutkan oleh sambutan dari Bu Budiyanti Anggit selaku ketua Penarawa. Insyaa Allah melalui silaturahim dan anjangsana ini pihak Penarawa dan Pesantren hendak menjalin kerjasama dalam penyusunan buku antologi kisah inspiratif. Terima kasih mbak Hany Panjaitan yang menjadi penyambung lidah antara Penarawa dan pesantren. Semoga apa yang kita rencanakan bisa berjalan sesuai harapan. Aamiin.
Meski semakin siang, kami tetap bersemangat oleh sambutan dan paparan yang diselingi guyonan dari ustadz Winarno. Beliau membuka sambutannya dengan sebuah kisah yang melegenda dari Jepang yaitu tradisi Ubasute, yang artinya membuang orangtua di sebuah hutan untuk dibiarkan sampai meninggal. Mereka menganggap orangtua/ lansia itu tidak produktif, sakit-sakitan, dan menyusahkan saja. Hingga suatu ketika (menurut legenda ini) ada seorang ibu lansia yang dibawa anaknya ke hutan yang terpencil dengan medan yang sulit. Sejak awal sang ibu sudah punya feeling jika ia kemungkinan akan dibuang di dalam hutan itu seorang diri. Oleh karenanya, sang ibu mengambil ranting-ranting kecil dan menjatuhkannya di sepanjang jalan yang mereka lewati. Saat tiba di tempat tujuan, sang anak berkata kepada ibunya bahwa ia akan pergi sebentar mencari makanan, padahal niatnya hendak kabur. Sayangnya, si anak hanya berputar-putar di dalam hutan itu hingga kembali bertemu dengan ibu yang ditinggalkannya sendirian tadi. Sang ibu, dengan lemah lembut berkata bahwa ia tahu akan diasingkan sendirian, juga menyuruh sang anak untuk pulang dengan cara mengikuti ranting-ranting kecil yang telah dijatuhkan ibunya agar tidak tersesat. Hikss. Bikin nyesek ya. 
Lanjut ustadz Winarno, Jepang sekarang telah membuat terobosan baru untuk membuat lansia bahagia. Mereka diberikan keterampilan dan kegiatan produktif. Sedang di negera berkembang, lansia dianggap sebagai beban. Dalam agama Islam sendiri, kita diwajibkan untuk berbakti kepada orangtua, bahkan ketika mendapati mereka dalam usia lanjut, kita tidak boleh berkata ‘ah’ sebagai sangkalan, penolakan, atau tindakan tak menyenangkan lainnya. 

Salah satu alasan ustadz Winarno mendirikan pesantren lansia ini adalah ingin memuliakan orangtuanya di masa senja. Dengan merangkul warga sekitar, terbentuknya posyandu lansia, kemudian pada tahun 2018 berganti menjadi TPQ Lansia. Tahun 2019 terbentuk wisma lansia, dan pada tahun 2020 hingga sekarang menjadi pesantren lansia yang menerima santri mukim dengan kapasitas 40 santri. Kini, pesantren kasepuhan Raden Rahmat ini memiliki visi mulia yaitu menjadi pusat kegiatan, kemanusiaan, kebugaran, dan sosial kemasyarakatan bagi orang dewasa dan usia lanjut berbasis nilai-nilai islam ahlus sunnah wal jamaah. Pesantren ingin membersamai para lansia agar ‘pulang’ dalam keadaan bahagia. 
Ada tiga ranah pelayanan dan pembinaan lansia di pesantren ini yaitu olah rogo, olah jiwo, olah roso.

Olah rogo: mendidik raga/ fisik tetap sehat agar ibadahnya lancar. Mengoptimalkan kognitif dan pencegahan kepikunan, kesehatan, fungsi motorik, dan perilaku keselamatan. 

Olah jiwo: menumbuhkan kesadaran untuk rehat dari hiruk pikuk duniawi. Menghindarkan diri dari wahm (mencintai kedudukan) dan wahn (mencintai harta). Menumbuhkan moral dan spiritual, juga sosial emosional.

Olah roso: menguatkan seni dan estetika, serta komunikasi.
Pada dasarnya, lansia dibersamai untuk menjadi healthy (sehat), happy (bahagia) dan care (peduli). Bahkan menariknya lagi, slogan di pesantren ini adalah ‘Menata Senja, Meniti Surga’ serta ‘Pulang dengan Bahagia’. Maasyaa Allah. 
Pesantren yang sudah berdiri selama 4 tahun ini telah membersamai 16 santri mukim dari berbagai wilayah Indonesia, serta 600-an santri non-mukim yang berasal dari daerah sekitar. 

Setelah menyimak uraian dan materi dari ustadz Winarno, pemikiran saya berubah. Awal mulanya saya pikir, Yayasan Pitutur Luhur (yang menaungi Pesantren ini) kurang lebih sama dengan panti jompo yang mengandung konotasi negatif seperti mengibakan, lemah, dan tidak produktif. Namun, ternyata sangat berbeda. Pesantren dengan kemasan home care ini menjadi rumah yang membuat para santrinya betah berada di lingkungan pesantren. Nek Yani, seorang narasumber yang saya wawancarai berkata kerasan dan bahagia tinggal di pesantren ini, sampai empat tahun lamanya dan enggan pulang. Luar biasa, maasyaa Allah.
Setelah acara ditutup, kami sholat dhuhur berjamaah, makan siang, dan beramahtamah dengan para santri lansia. Menyimak banyak kisah dari pengalaman mbahkung dan mbah putri yang sudah makan asam garam kehidupan, juga mendengarkan dengan saksama pengalaman spiritual selama menjadi santri. Kami mendapat inspirasi, insight, dan ilmu di universitas kehidupan selama silaturahim ke sini. Semoga pesantran kasepuhan Raden Rahmat kedepannya semakin maju, barokah, dan memberikan kemanfaatan yang semakin luas, fiddunya wal akhirah. Aamiin.
Yayasan Pitutur Luhur (Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat)
No. tlp : 0856 9329 9145
Email : pesantrenlansia7@gmail.com
Facebook : Pesantren Lansia
Instagram : @pesantren_lansia
Website : www.pesantrenlansia.com
YouTube : Pesantren Lansia

Komentar

novel wijaya mengatakan…
Sukses selalu kakak 🥰
Budiyanti Anggit mengatakan…
Tulisan yang runtut dan jelas. Semoga bisa menjadi jembatan oleh tahu akan keberadaan lansia. Benar-benar menyentuh hati kala bisa ke sana. Banyak hikmah yang bisa kita ambil.

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti