Langsung ke konten utama

Curahan Hati Para Pasien untuk Dokter-Dokter Luar Biasa


Judul buku                   : A Tribute to Doctors
Penulis                         : Hany Panjaitan, dkk
Penerbit                      : Diandra Kreatif
Jumlah Halaman         : 205 halaman
Cetakan                       : Pertama, Juli 2019
ISBN                             : 978-602-336-987-4


The good physician treats the disease. The great physician treats the patient who has the disease (Sir William Osler)

            Bagi seorang pasien, keberadaan seorang dokter sangat berarti. Pasien berobat ke dokter sebagai bagian dari ikhtiar untuk memperoleh kesembuhan. Kesembuhan datangnya dari Allah. Dokter-lah kepanjangan tangan Allah atau sebagai perantara kesembuhan pasien.
            Profesi dokter dipandang sebagai profesi mulia, elit, dan terhormat. Profesi yang bermanfaat bagi hajat hidup manusia sekaligus menuntut dedikasi tinggi. Kepiawaian dokter dalam profesi yang disandangnya adalah membantu dan memanusiakan manusia. Sebab dokter dan pasien adalah interaksi manusia dan manusia, bukan manusia dengan benda mati. Adanya interaksi dan komunikasi yang baik antara dokter dan pasiennya, akan membuat proses penyembuhan semakin mudah. Pasien tidak hanya membutuhkan suntikan berupa obat-obatan, namun juga suntikan semangat dan motivasi. Menjelaskan dengan gamblang tentang penyakit yang diderita pasien, hal-hal yang harus dilakukan atau dihindari, serta mendorong mental untuk sembuh adalah tugas seorang dokter pula.
            Saya teringat curcol seorang teman tentang betapa kecewanya ia terhadap pelayanan dokter. Ada dokter di kota X yang kliniknya nyaris tak pernah sepi. Bahkan antrian periksanya selalu mengular. Namanya pun sudah termasyhur hingga ke kota-kota sekitarnya. Sayangnya, setiap pasien periksa, hampir tidak ada tegur sapa. Hanya ditanya keluhan, diperiksa dengan stetoskop sebentar, lalu diresepkan obat. Satu orang pasien hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari lima menit, lalu ia pulang menenteng plastik berisi obat. Begitulah prosedur itu terulang, hingga bertahun-tahun lamanya. Bapak X selaku dokter umum sekaligus pemilik klinik juga ‘memberdayakan’ beberapa asisten untuk melakukan prosedur di atas.
            Lantas, teman saya ini menemukan hal yang polanya sama di sebuah klinik di kota Y. Ketika ia mendadak pusing dan mual yang tak biasa, ia datang ke klinik tersebut. Dokter jaga hanya bertanya sekilas, bahkan tanpa memandang sama sekali wajah teman saya ini. Tak lama, ia menulis resep obat agar segera ditebus. Hanya 3 menit mungkin proses pemeriksaan kilat itu, lalu teman saya memutuskan pulang dengan rasa tidak puas sama sekali.
            Sungguh saya tidak bermaksud melecehkan dokter di kota X dan Y tersebut. Tidak hanya rocker. Dokter juga manusia yang punya rasa dan hati. Dokter juga memiliki rasa lelah. Dokter juga memiliki keluarga, memiliki privasi, dan peran lain diluar profesinya. Namun, pasien adalah manusia yang sedang mendapat ujian sakit. Ketika ia ingin berkonsultasi tentang hal-hal yang ia rasakan kepada dokter, sudah sepantasnya dokter menyimak sepenuh hati, memberikan wacana atau nasehat, hingga pasien merasa nyaman sekaligus mendapat ilmu tentang penyakit yang dideritanya. Bukankah yang dilakukan dengan hati akan sampai di hati?
            Saat membaca buku A Tribute to Doctors, saya menangkap kesan-kesan positif para pasien tentang dokter yang menangani mereka. Para dokter, dengan segala karakter yang melekat padanya, telah mengambil hati di pasiennya. Telah menambatkan kesan mendalam yang tak terlupakan dari setiap pertemuan. Berkat ketulusan, penghargaan, dan kelapangan hati para dokter, pasien merasa diterima dengan sepenuhnya.
            Adalah seorang narasumber bernama Hariyani yang mengidap Lupus. Ia bergantung kepada obat-obatan yang harganya tidak murah. Berkali-kali berdrest membuat hubungannya dengan dokter Surharti semakin dekat dan akrab. Dokter begitu perhatian dan bersedia menjadi pendengar setia keluhan-keluhan pasien. Bahkan sang dokter mencetuskan ide sekaligus membantu berdirinya komunitas bagi para odapus di Semarang. Meski bu dokter purna tugas sebagai ASN, hubungan keduanya tetap akrab bahkan masih sempat bertukar kabar via whatsup.
            Kisah yang juga menarik dituturkan oleh narasumber bernama Naqi Nita. Awalnya ia sangat tegang sebab dokter Pamor, dokter spesialis kandungan yang menanganinya, sangat tegas, efisien, dan tanpa basa basi. Bersarangnya kista endometriosis membuat indung telur sebelah kiri harus dipotong seluruhnya karena sudah rusak. Paska operasi, sang dokter menjelaskan bahwa indung telur sebelah kanan membengkak karena ada tumor sebesar diameter 3 cm. Operasi menjadi molor karena sang dokter bekerja keras menyelamatkan indung telur sebelah kanan tersebut. Pak dokter ingat pesan pasien sebelum operasi bahwa ia belum memiliki anak.  Meskipun kemungkinan hamil hanya 20%, namun pak dokter telah menyisakan harapan kepada sang pasien. Harapan yang akhirnya terwujud empat tahun kemudian dengan lahirnya bayi pertama.
            Selain dua kisah nyata di atas, masih ada 14 kisah nyata yang tak kalah menarik dan menyentuh. Terima kasih kepada penulis (beserta narasumber) yang rela membagi kisahnya untuk berbagi kepada para pembaca. Sebagai pembaca, saya mendapatkan banyak ilmu, hikmah berharga, serta meruahnya rasa syukur akan nikmat kesehatan dari-Nya. Semoga semakin banyak orang yang membaca buku ini, khususnya para dokter dimanapun berada. Sebuah persembahan istimewa, untuk para dokter luar biasa.
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti