Langsung ke konten utama

Review Film Kulari ke Pantai: Film anak yang sarat edukasi






Assalamu’alaikum kawans,

Weekend kemarin kami berkesempatan untuk mengisi liburan dengan nonton film di bioskop. Kami berdua belas (tujuh orang dewasa dan lima anak-anak) secara dadakan  nonton film anak yang baru saja rilis 28 Juni kemarin. Judulnya Kulari Ke Pantai. Sebelumnya saya sempat baca behind the scene-nya di majalah Bobo. Juga baca review-nya. Pikir saya, ini film kayaknya cocok buat duo kakak. Apalagi tema travelling gitu kan seru.

Gayung pun bersambut. Adik ngajakin nobar sekeluarga di Citra 21. Siang bolong kami sampai juga di lokasi setelah sekian banyak drama kerempongan sebelum berangkat.

adek terpesona lihat layar yang super lebar

Sampai di dalem studio, penonton didominasi oleh ortu beserta anak-anaknya. Beruntung kami dapat seat bagian depan yang sebaris. Nggak terlalu dekat juga dengan layar. Sip lah.

Cerita berawal dari keinginan Samudra (Sam), seorang anak pantai yang petualang dan juga surfer yang tinggal di Rote NTT, untuk bertemu idolanya, Kailani Johnson. Oleh karenanya, orangtuanya (ibu Uci dan ayah) ingin membantu mewujudkan impian Sam dengan menempuh perjalanan ke G-Land untuk bertemu Kailani yang menurut jadwal, tengah berada di sana. Ibu Uci dan Sam akan traveling berdua, karena ayah harus mengurus lahan perkebunan.

Pertama, Sam dan ibunya singgah di Jakarta untuk bertemu grandma yang sedang berulang tahun, juga keluarga besarnya yang kebanyakan dari kalangan berada. Di sinilah, Sam bertemu dengan Happy, sepupunya yang sudah bilangan tahun tidak bertemu. Happy sudah tumbuh menjadi gadis kecil gaul dengan penampilan high class, yang tak bisa lepas dari ponselnya. Sangat kontras dengan Sam, anak petualang yang polos dan sederhana.

tiket nonton kitaa

Mengetahui bahwa Sam dan ibunya akan berpetualang ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, mama Happy menangkap sebuah peluang untuk mengikutsertakan Happy bersama tante dan sepupunya itu. Ya, agar Happy menjadi anak yang lebih ramah, sopan, bisa bergaul baik, dan kembali dekat dengan Sam. Happy terpaksa menurut demi sebuah izin nonton konser bersama teman-temannya sepulang traveling nanti. Sebenarnya ada kesenjangan dan ketidakharmonisan antara ibu Uci dan kakak kandungnya yang juga Papa Happy. Mama Happy ingin mengakrabkan kembali hubungan kakak adik dan antar sepupu yang dingin

Ada pepatah mengatakan bahwa jika kita ingin mengetahui benar karakter seseorang, maka bepergianlah bersamanya. Dengan bepergian, terlebih lebih jarak jauh, akan ketahuan bagaimana ‘asli’ nya seseorang. Maka perjalanan Ibu Uci dengan membawa dua anak berbeda karakter itu, menjadi tantangan tersendiri. Sepanjang perjalanan, Happy malah sama sekali tak happy, bad mood, bosan, dan banyak mengeluh. Mulai dari ribetnya makanan, toilet, penginapan, dan masih banyak lagi. Mereka bertemu orang-orang baru dengan beragam karakter yang mewarnai perjalanan, seperti tukang sate Pak Gondrong yang unik, owner homestay yang menggelikan sekaligus menyebalkan, bertemu surfer bule yang jago bercerita dengan gitar mininya, sampai rombongan pemandu bakat ‘Ordinary” yang heboh. Meskipun pengalaman sepanjang perjalanan begitu beragam, konflik demi konflik pun tak terelakkan karena perbedaan pendapat. Klimaksnya, ketika berada di Bromo, Sam dan Happy bertengkar hebat. Mereka berusaha memenangkan ego masing-masing. Akhirnya sepulang dari melihat sunrise di Bromo bersama ibunya, Sam mendapati kamar kosong. Happy kabur meninggalkan sepucuk surat.

fotbar usai nonton 
Ibu Uci panik sekali mencari keberadaan Happy. Dia merasa bersalah dengan kakak iparnya yang sudah mempercayakan Happy bersamanya. Melalui berbagai rintangan, akhirnya Happy berhasil ditemukan. Ternyata dia ingin ikut bersama Olive, salah seorang anggota ‘Ordinary’ yang kabarnya mau bertolak ke Jakarta, padahal rombongan itu akan jalan-jalan ke Jawa Timur dulu baru kembali ke Jakarta. Ibu Uci lega tetapi juga marah kepada Sam dan Happy yang menyembunyikan pertengkaran mereka. Mereka mendapat masalah ban bocor, radiator mengepul, hingga membawa anak sebayanya yang sakit ke rumah sakit. Sam pun harus rela tidak jadi bertemu Kailani di G-Land karena terulurnya waktu dari rencana sebelumnya. Namun, belajar dari kejadian itu, Sam dan Happy mendapat pelajaran berharga tentang kekompakan, kejujuran, tolong-menolong, dan menerima perbedaan satu sama lain.

Satu bulan kemudian, Happy memberi kejutan pada Sam dengan mempertemukannya dengan Kailani. Tercapai impian Sam untuk surfing bersama idolanya. Sedangkan Happy, lambat laun menyukai pantai, juga lebih ramah dan menyenangkan pada orang lain. Ibu Uci dan ayahnya Happy saling meminta maaf atas kesalahpahaman selama ini. Kisah berakhir happy ending.

wefie after nonton
Dalam film anak bergenre drama keluarga, komedi, sekaligus travelling ini, penonton diajak jalan-jalan mengeksplorasi lokasi indah di Indonesia, pulau jawa khususnya, beserta ragam kuliner dan kearifan lokalnya. Dari kemacetan ibukota, pindah ke eksotisnya persawahan Kandangan Temanggung, Magelang, Pacitan, Bromo, hingga Banyuwangi (eh masih banyak destinasi terlewat. Maaf lupa hehe). Bagi emak kurang piknik macam saya ini, pesona pantai dan gunung membuat saya ternganga-nganga. Wuih, ternyata Indonesia indah dan keren bangeet.

Ada beberapa adegan yang berkesan yaitu saat Baruna (sahabat surfer Sam) mengatakan kepada Happy (yang bahasa inggrisnya fasih banget dan hampir selalu menggunakannya selama berbicara), bahwa kita boleh menggunakan bahasa inggris dimanapun berada tapi jangan sampai melupakan bahasa sendiri. Satu lagi, yaitu saat adegan ibu pemandu ‘Ordinary’ merasa kesal dengan kelakuan Happy yang kabur tanpa izin dan mendadak menyelinap di dalam mobilnya. Happy yang bingung pun menyerahkan dompetnya agar masalahnya cepat selesai hingga dia bisa kembali ke Jakarta. Si ibu gaul itupun mengatakan ‘Happy, nggak semuanya bisa kamu beli dengan uang’. Ya, sebab masalah harus dihadapi dengan berani, bukan malah lari dari masalah.

Film besutan Riri Riza dan diproduseri oleh Mira Lesmana ini sukses menambatkan kesan di hati. Ada pertengkaran, kelucuan, keriangan, keharuan, pokoknya paket komplit. Apalagi sang sutradara sudah berpengalaman menelurkan karya film seperti Petualangan Sherina, Untuk Rena, Laskar Pelangi. Kualitas gambar, pencahayaan, dan sound nya juga keren. Saya suka detil-detilnya yang kelihatan nyata. Soundtrack lagu yang dibawakan oleh RAN juga klop dengan filmnya.

Duo pemeran utama film Kulari ke Pantai

Oh ya, film berdurasi 112 menit ini dibintangi oleh aktor dan aktris senior seperti Marsha Timothy, Lukman Sardi, Ibnu Jamil, Suku Dani, Karina Suwandi. Ada pula standup comedian Pras Teguh dan Dodit Mulyanto yang aktingnya membuat penonton terpingkal-pingkal. Meskipun ini adalah film perdana mereka, akting Meisha Kanna (Sam) dan Lil’li Latisha (Happy) cukup matang. Setiap karakter begitu hidup. Anak saya yang bosenan bisa diam menyimak film-nya sampai habis. Film ini recommended buat mengisi liburan anak yang sarat nilai moral dan edukasi.

Selamat menonton ya!


Komentar

Shandra Meets Abdul mengatakan…
Great review...đź’Ş
Mechta mengatakan…
Wah..bagus yah..pengen bawa anak2 nonton juga nih..
Dewi Rieka mengatakan…
Seru kayaknya filmnya yaa..mau nonton deh dengan kiddos..
Nyi Penengah mengatakan…
aku pengen nonton belum kesampaian nih.
Asik dan ngeksplore Indonesia paling demen.
Wahyu Widyaningrum mengatakan…
TAhun berapa ya mbak aku terakhir nonton. Uhuhuhu, jadi mupeng. Galfok liat foto dedek hihihi..
Nurul Aldise mengatakan…
Seneng ya masih ada yang concern dengan film-film anak seperti ini..

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti