Langsung ke konten utama

Keseruan Library Roadshow ke Desa Kenteng, Kabupaten Semarang



           


Saat dikontak Mas Bambang perpusda untuk mengisi kelas menulis cernak, saya bilang insyaa Allah. Saat itu beliau memberikan beberapa opsi daerah yang akan dikunjungi dalam rangka Library Roadshow. Saya belum memutuskan hingga saya lihat teman saya, Mbak Wahyu Widyaningrum akan mengisi di desa Mukiran. Saya kepoin blognya mbak Wahyu dong, juga auto tanya-tanya via wa. Haha penting dong introgasi teman yang udah expert.
            Lalu terjadwallah hari Kamis tanggal 28 November 2019, Mbak Hany Panjaitan untuk mengisi kelas dongeng, bu Ary Kusnendar mengisi kelas craft membuat hantaran, dan saya mengisi kelas menulis cerpen anak. Kayaknya bakal seru nih. Alhamdulillah, setelah ngobrol sama suami, juga di-ACC. Makasih, Bi. Selalu memberiku ruang untuk berekspresi dan bertumbuh. Eaaa
            Rabu sore saya membuat powerpoint dadakan hingga selesai tepat jam 12 malem. Semua ubo rampe sudah siap sehingga besok tidak terburu-buru.
            Jam 7 pagi, kami sudah stand by di perpusda Ungaran. Jam 7.15 start berangkat sebab jam 8 kelas dongeng sudah dimulai. Disusul jam 9 kelas craft dan jam 10 kelas menulis cerpen.

perpustakaan citra ilmu desa Kenteng

            Perjalanan lewat tol lancar tanpa kendala. Setelah itu masuk jalan-jalan kampung menuju desa Kenteng, kec. Susukan. View kanan kiri masih hijau. Rumah-rumah warga berselang-seling dengan ladang. Suasana masih lumayan asri dan sejuk. Beginilah takjubnya emak yang tak selalu bisa piknik. Hihi.
Tak terasa kami semua udah sampai di pendopo desa Kenteng. Pegawai desa  menyambut kami dengan ramah. Di sana, ibu guru TK, rombongan anak-anak TK beserta beberapa orangtuanya, sudah menunggu.
Kami dipersilakan duduk di ruang perpustakaan Citra Ilmu. Saya melihat-lihat sekeliling. Untuk ukuran desa, fasilitas di sini lumayan lengkap. Dari pendopo khas Joglo yang luas, perpustakaan, ruang anak, ruang internet dan komputer, ruang audio visual, dapur, kamar mandi, ruang makan yang lumayan luas, mushola, kantor, dan ruang tamu. Mungkin juga ada ruangan yang luput dari pengamatan saya.


Menulis cerpen itu asyik dan menyenangkan
            Benarkah menulis adalah momok kedua setelah mapel matematika? Begitu dengar ’buatlah karangan tentang…” bawaannya langsung alergi. Hehe mungkin terkesan lebay ya. Tapi kenyataannya tidak sedikit siswa yang bilang kalau menulis itu sulit. Sulit mungkin iya karena belum terbiasa dan belum menemukan keasyikannya. Menulis juga bisa jadi sulit karena bingung apa yang mau ditulis. Hihi. Oleh karena itu, saya ingin menghapus image ‘sulitnya nulis/mengarang’ menjadi menulis yang asyik. Ya, meski dengan keterbatasan ilmu dan pengalaman yang saya miliki.
            Sekitar pukul 10.30, enam belas siswa gabungan dari 3 SD dan MI Desa kenteng, berkumpul di ruang audio visual. Mereka terdiri dari kelas 4,5, dan 6. Sudah kelas tinggi. Bersyukur banget materi yang saya buat semalam match sama audiens. Tidak terbayang kalau yang ikut anak-anak kelas 1,2, atau 3. Mungkin saya harus putar haluan atau putar balik pulang? Haha.
          Acara berlangsung dengan asyik. Meski awalnya malu-malu kucing, mereka sangat kooperatif dan tidak berisik. Mereka menyimak apa yang saya sampaikan dan mencatat materi di buku catatan mereka. Durasi dua jam tentu bosan ya kalau duduk terus. Saya sengaja nyiapin video kartun lucu yang bisa digunakan untuk senam dan juga video otak kanan. Biar nggak sepaneng hihi.

foto bareng sebelum pulang
            Saat sesi praktik, saya lihat mereka juga semangat. Mereka berani mengeluarkan ide-ide dan imajinasi. Eksekusinya memang masih sederhana, tapi saya salut dengan semangat mereka untuk menulis. Semoga yang sedikit ini membawa manfaat untuk kalian ya. Aamiin.


Time to go home
            Setelah maksi bersama dan pamit, kami pulang. Sebelumnya mampir ke desa wisata Kemetul. Desa ini terletak tidak begitu jauh dari desa Kenteng. Begitu sampai di lokasi, ucapan selamat datang tertulis di menara yang terbuat dari bambu. Tradisional dan unik. Pemandangan sawah terhampar. Tol salatiga tampak dari kejauhan. Ada banyak gazebo-gazebo kecil yang berjajar di tepi sawah. Di seberangnya ada warung-warung makan yang menyajikan makanan tradisional. Pengunjung dapat menyantap makanan di gazebo tersebut sambil menikmati pemandangan. Bayangin saja asyik. Sayangnya, kami kesana saat weekday. Sedangkan ramainya selalu pas weekene. Tapi nggak papa deh, setidaknya kami udah mampir dan sempat foto-foto. Memang sudah saatnya kearifan lokal daerah harus dimaksimalkan inovasinya.


            Alhamdulillah perjalanan pulang lancar. Berasa traveling wisata dari desa ke desa. Merasakan serunya, suasananya, dan kesahajaannya. Layak dicoba sama anak-anak biar mereka nggak hanya tahu emol saja. Hehe.
            Terima kasih perpustakaan kabupaten Semarang atas kesempatannya. Terima kasih juga perangkat desa dan warga Kenteng atas keramahtamahannya. Sampai jumpa lagi.
           

           


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti