Langsung ke konten utama

Belajar Parenting bersama Teh Kiki Barkiah: Ibu, Guru Pertama dan Utama


Alhamdulillah, pada tanggal 29 September 2016, saya mendapat kesempatan untuk belajar ilmu parenting di PAUD Bintang Juara, dengan tema : Ibu, Guru Pertama dan Utama. Pembicaranya adalah teh Kiki, seorang ibu hebat dari 5 anak yang kesemuanya homeschooler, pembicara seminar anak dan remaja, juga penulis buku best seller ‘5 guru kecilku’. Luar biasa!

Dan inilah materi yang saya rangkum. Semoga bermanfaat. Aamiin.

Pendidikan dan pengasuhan adalah kegiatan satu paket integral yang seharusnya dilakukan oleh ayah dan ibu.  Ayah mempunyai peran sebagai kelapa sekolah pertama dan utama. Sedang ibu adalah guru pertama dan utama. Namun, fenomena yang terjadi sekarang adalah pendidikan diserahkan sepenuhnya kepada lembaga. Tugas ayah fokus mencari nafkah. Dan ibu fokus pada pekerjaan domestik.  Sedangkan tujuan berkeluarga adalah seperti  firman Allah dalam surat At Tahrim: “Hai orang-orang yang beriman. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”

So, apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan di rumah?

1. Peliharalah ruh pendidikan di dalam rumah
                Dalam hal ini orangtua harus bersikap bijak dengan pendidikan anak sesuai usia dan tahap perkembangannya. Teh Kiki mencontohkan orangtua yang ‘tega’ mengirim anaknya ke pondok di usianya yang masih 4 tahun agar menjadi hafidz quran. Padahal di usia yang masih belia itu, orangtua dan anak harus berinteraksi secara intensif.  Jangan sampai orangtua ketinggalan momen dalam perkembangan anaknya.

2. Hari ini, waktu begitu mahal
                Kenapa? Orangtua masa kini cenderung tidak sabar. Tidak sabar dalam menerapkan pendidikan bagi anak. Kita ambil contoh adalah saat menyikapi anak yang tantrum, guling-guling di tempat umum karena menginginkan sesuatu. Dengan alasan ‘malu dilihat orang/ mengganggu’ , orangtua menuruti saja permintaan sang anak. Yang penting anak diam. Dan itu selalu terulang berkali-kali sehingga timbullah konsep di kepala anak bahwa jika dia menginginkan sesuatu, dia menggunakan ‘guling-guling/ mengamuk’ sebagai senjata. Sedang orangtua jaman dahulu sebagian besar ‘lebih bersabar’ dengan proses mendidik anak sehingga anak jadi tahu bahwa jika menginginkan sesuatu, dia harus berjuang, berdoa, menabung, dsb. Konsep sedari kecil itu akan terus dibawa anak hingga dewasa. Memang generasi orangtua kita dulu dan orangtua masa kini sangat berbeda terkait pola asuh. Zaman semakin maju, persaingan semakin ketat, kebutuhan seakan tak terhitung, sehingga waktu menjadi barang mahal. Slogan ‘time is money’sangat berlaku sehingga kita lupa bahwa pendidikan pun mensyaratkan waktu yang sedemikian mahal bagi keluarga.

3. Hari ini, why do we school?
                Dalam bincang-bincangnya, Teh Kiki bertanya kepada audience. “Misalnya nih, kita cewek single. Ada cowok lulusan SMA, umur 18 tahun melamar kita, kira-kira mau atau nggak?”. Jawaban audience rata-rata kompak menjawab ‘tidak!’ dengan alasan belum matang/dewasa secara karakter, umur, ilmu, dan juga finansial. Nah, secara tidak langsung hal itu menjawab pertanyaan tentang sistem pendidikan kita sekarang. 18 tahun lulus SMA, sudah baligh tetapi belum siap untuk mengemban tugas kekhalifahan. Dalam artian anak muda masa kini identik dengan ‘manusia belum dewasa’ padahal anak muda kini sudah diberi banyak kemudahan seperti teknologi, transportasi, ilmu, sarana prasarana, dll, namun tetap jauh kualitasnya dibandingkan dengan generasi zaman dulu. Para sahabat, di usia belasan tahun sudah berani melanglang buana mencari ilmu, menulis buku, berperang, dan menikah. Jadi, apakah ada yang salah dengan sistem pendidikan kita sekarang? Jawabnya, masih banyak yang harus diperbaiki, direvisi, dan ditingkatkan.

Mari kita simak firman Allah dalam surat Yusuf: 108 “Katakanlah (Muhammad). “Inilah jalanku, aku
dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Maha Suci Allah. Dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”
Berdasarkan firman Allah di atas, itu artinya proses pendidikan adalah mengembalikan segalanya kepada Allah, Sang Pemilik Segala Ilmu.

4. Tetap berbahagialah ketika menemukan anak-anak tidak jago dalam segala bidang.
Sebenarnya, menguasai 1 atau 2 ilmu dunia cukup untuk bekal hidup. Tidak harus tahu segalanya. Kita ambil contoh, saat SMA kita belajar Fisika, Kimia, Geografi, dsb. Jika sekarang kita bekerja sebagai akuntan, misalnya, ilmu yang dulu kita pelajari tidak kita gunakan lagi, bukan? Namun, bukan berarti ilmu-ilmu tersebut tidak penting. Semakin kita mempelajari tentang suatu ilmu, kita menjadi semakin takjub dengan ilmu Allah yang teramat sangat luas.

5. Sebagai orangtua, kita sering terjebak dalam memaknai ‘anak pintar dan anak cerdas’.
               Pada hakikatnya, yang dimaksud dengan anak cerdas adalah mampu menangkap informasi dan mengolah informasi. Tidak sekadar hafal, tetapi paham. Proses membentuk anak cerdas adalah dimulai dari kandungan. Si ibu selalu melibatkan jabang bayi dengan bercerita, mengaji, ngobrol, dsb. Anak usia 2 tahun ke atas, dipersiapkan untuk cerdas secara sosial dan emosi. Belum saatnya untuk belajar calistung.

6. Ajarkan anak untuk beradaptasi dimanapun berada.
                Mari kita perhatikan bahwa kebanyakan orang sukses (dalam berbagai bidang) adalah orang yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan keadaan apapun. Hal itu harus dibentuk sejak anak kecil. Contohnya Teh Kiki menerapkan konsep ‘green zone’ ketika di ruang bermain dan saat beraktivitas di ruang terbuka (outdoor).  Di sana, anak-anak bebas bermain dan bereksplorasi. Sedangkan ‘red zone’ adalah zona terlarang yaitu ketika bertamu, di rumah kerabat, dll untuk bersikap tenang dan sopan.

7. Ajarkan anak agar memiliki kemampuan problem solving (memecahkan masalah) dan daya juang.
                Misalnya ketika tanpa sengaja anak memecahkan gelas, dia bisa berfikir solutif: mengambil sandal agar tidak terkena pecahan gelas, mengambil pecahan gelas, menyapu hingga bersih, dll.

8. Ajarkan anak untuk memiliki kreativitas , ide-ide segar, dan baru.
                Tanpa sadar, kita/ guru acapkali memangkas kreativitas anak. Hal yang paling sederhana adalah saat mewarnai gambar. Ketika anak mewarnai pohon dengan warna merah, kita akan bereaksi dan menjelaskan bahwa daun pohon itu warnanya hijau. Batang pohon warna coklat, dsb. Padahal di luar negeri, ada daun pohon warna merah. Nah, itu sebabnya merupakan suatu keharusan bagi kita untuk membiarkan anak berekspresi dengan imajinasinya.

9. Dalam islam, orang yang paling cerdas (seperti sabda rasulullah SAW) adalah yang mempersiapkan bekal untuk kematian.
 Ya, apapun amalan yang kita lakukan di dunia mempunyai tenggat waktu.  Termasuk waktu dalam mendidik anak.  Salah satu tugas orangtua adalah membentuk anak solih salihah dan mencerdaskan anak sejak dini. Cerdas  di sini adalah tak hanya mengajar mereka calistung, sebab ada yang jauh lebih penting dari bisa membaca, yaitu: 
a. Anak cinta buku, cinta ilmu, dan haus ilmu
b. Paham
c. kaya kosakata
d. kaya wawasan
e. character building (membangun karakter)
bahkan di California ( Teh Kiki pernah tinggal di sana) ada metode read aloud—membaca buku dengan keras untuk menstimulasi keingintahuan anak terhadap isi buku.

10. Bentuk role model sejak kecil. Tanamkan pada anak bahwa teladan terbaik adalah Rosulullah. Hal itu bertujuan agar anak tidak krisis identitas di masa mendatang.
 Stimulasi masa keemasan anak dengan sebaik-baiknya karena momen itu tidak akan terulang. Salah satu cara adalah dengan membacakan siroh nabi dan para sahabat. Anak berusia  2 tahun ke atas sedikit banyak sudah memahami bahasa sederhana. Dia juga sudah bisa mengungkapkan keinginan, perasaan, dan kebutuhannya. Namun, ada kasus anak yang gagap bicara, menggumam tak jelas, bahkan hanya menunjuk-nunjuk saja. Usut punya usut, ternyata anak itu selalu dilayani dan diberi gadget sebagai mainannya sehingga dia tidak terbiasa dengan susunan kata-kata.
 
buku karya teh kiki
sumber: google
Untuk membentuk kesepuluh poin di atas, ada sikap-sikap yang perlu dibangun.

1. Sikap yang perlu dibangun dalam kegiatan belajar
                a. Antusias
                b. Rasa ingin tahu yang besar
                c. kooperatif  dan menyenangkan
                dalam hal ini, anak memiliki caranya sendiri untuk belajar sehingga tidak semua sekolah cocok untuk anak.

2. Sikap yang perlu dibangun dalam lingkungan sekolah
                a. Mudah berinteraksi dengan anak lain
                b. mudah berinteraksi dengan orang dewasa (orangtua bisa melatih kemampuan ini dengan sering mangajak anak bersilaturahim, reuni, dll)
                c. Aktif dalam kelompok
                d. Bermain dengan baik
                e. Bergiliran dan bergantian (dalam hal ini contoh yang paling jelas adalah anak tunggal vs anak banyak. Hehe. Anak tunggal cenderung berprinsip ‘ini milikku’. Sedang anak yang memiliki saudara, lebih mudah diajarkan untuk bergiliran dan bergantian)
                f. peduli lingkungan

3. Sikap yang perlu dibangun saat menemui masalah
                a. Menggunakan cara yang baik
                b. menggunakan kata-kata yang baik
                c. Meminta bantuan dengan cara yang baik
                marilah kita posisikan diri sebagai anak. Latih anak untuk menyelesaikan masalahnya dan jangan layani anak terlalu banyak agar dia mampu mandiri.

4. Sikap yang perlu dibangun terkait kemampuan komunikasi
                a. mendengar dengan paham
                b. dapat mengikuti arahan dan petunjuk
                c. bercerita dengan jelas
                d. bercerita pengalaman
                e. bercerita urutan cerita
                f. berani memberikan pendapat/ide

5. Sikap yang perlu dibangun terkait kegiatan membaca
                a. memiliki minat
                b. mendengarkan dengan antusias
                c. menyampaikan kembali informasi
                d. bercerita ulang melalui gambar

6. Sikap yang perlu dibangun dalam kegiatan bermain
                a. mampu bermain peran
                b. mampu mengambil peran
                c. mengembangkan imajinasi dan kreativitas
                d. belajar bertanggungjawab terhadap mainan (menjaga, merawat, dan membereskan)

# Langkah sederhana menjadi guru pertama
1. Perbanyak menyusui langsung sebab hal ini akan mengeratkan kasih sayang ibu dan anak
2. diskusi
                Berkomunikasi aktif dengan anak. Membahas tentang topik tertentu bersama anak.
3. melibatkan bekerja
                Libatkan anak dalam kegiatan orangtua. Misalnya ketika ibu memasak, anak bisa membantu mengambilkan peralatan, mencuci sayur, menyiapan bumbu, dll sehingga anak secara tidak langsung belajar ilmu teknis tentang memasak.
4. do it yourself!
                Seperti yang sudah dibahas tadi, bahwa penting untuk melatih kemandirian anak.  Biarkan anak makan sendiri, memilih pakaian sendiri, menyisir rambut sendiri, tentu dengan tahapan usia anak.  Anak yang selalu dilayani akan sulit untuk mandiri.
5. problem solving
                Bila ada masalah, langsung ke solusi untuk mengatasi masalah itu dengan tindakan nyata.
6. kegiatan aktif dan kreatif
                Sesekali buat variasi kegiatan misalnya mengumpulkan daun-daun kering untuk dibuat prakarya.  Mengumpulkan barang bekas untuk didaur ulang dsb.
7. membaca bersama
                Bagi anak, membaca bersama orangtua lebih mengasyikkan daripada membaca sendiri. Selain itu orangtua memiliki kesempatan yaitu kebersamaan dengan anak dan memasukkan hikmah/pesan moral atas cerita yang dibaca sehingga akan tertanam di benak anak.
8. olahraga bersama
9. cinta dan kasih sayang
10. membacakan al Qur’an
11. doa dan sedekah
 
teh Kiki dan kelima buah hatinya
sumber: google
Untuk menjadi guru kehidupan yang utama sepanjang hayat, bagaimana kurikulum sekolah sepanjang hayat  itu?
Jadikan anak manusia pembelajar.

Yang harus diketahui olah orangtua adalah konsep mendidik anak tentang: Allah, rasulullah, Islam, diri sendiri, dan tujuan hidup.

Sampai kapan kita sebagai orangtua mendidik anak?
Sampai anak:
a. menjadi manusia pembelajar
b. mencintai kebaikan dan memilih kebaikan
c. membedakan baik, buruk, benar, salah
d. mandiri mengarungi kehidupan

hal yang selalu dan selamanya harus dilakukan orangtua sebagai guru pertama dan utama:
a. bimbing
b. pantau
c. luruskan
d. selamatkan
e. doakan

Apa saja learning goals kita?
a. Semakin tunduk dan taat kepada Allah
b. Semakin peka, peduli, dan bermanfaat
c. semakin mulia di sisi Allah
d. semakin professional dalam bekerja
e. semakin memperbaiki diri dan lingkungan
f. semakin banyak berkontribusi dalam peradaban

Apa saja sih kualifikasi orangtua sebagai guru pertama dan utama?
a. Cinta anak
b. ikhlas karena Allah
c. Sabar
d. Cinta ilmu
e. cinta belajar
f. mau belajar dari kesalahan
g. mau memperbaiki kesalahan


Rasa-rasanya tak mudah ya menjadi ibu dengan perannya sebagai guru pertama dan utama. Namun, itulah tugas yang diamanahkan pada kita sebagai pribadi yang berpredikat sebagai ibu. Allah telah memuliakan kita. Semoga, bersaama suami kita bisa bersinergi dalam membimbing ananda. Semoga Allah selalu menuntun kita untuk menjadi ibu sekaligus guru yang luar biasa. Aamiin yaa robbal alamiin. 

Komentar

Wahyu Widyaningrum mengatakan…
Aku tetap bahagia dengan apapun mereka Mbak. YAng pasti mereka adalah intas buatku, buat keluarga, hehehe...

Keren-keren point-pointnya. Bacanya dari awal sampe akhir nggak bosen :)
Khulatul Mubarokah mengatakan…
Makasiiih. Dapat ilmu kece di sini. Ya Allah, lima bisa sesukses ini, Teh Kiki mah. Saya dua saja masih berjuang.

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti