Langsung ke konten utama

Tentang Ia, yang Malu Disebut Namanya

#MenjagaApi: Tentang Ia, yang Malu Disebut Namanya  

Ini cerita tentang Ia, seseorang yang malu disebut namanya. Pemuda 25 tahun yang telah menikah dan punya seorang anak. Sebagai supervisor di sebuah hotel, hidupnya dalam zona nyaman. Mengantongi gaji tiap bulan yang lebih dari cukup dan menyisihkannya untuk menggendutkan rekening tabungan. Sekilas memandang, pola hidupnya teratur. Siapa sangka, rutinitas yang monoton membuatnya bosan. Ia menginginkan sebuah ledakan yang bersinergi dengan gairah untuk menjadi pengusaha.
Melalui doa panjang, Tuhan menghamparkan jalan.
Ia dipertemukan dengan teman-teman pengusaha. Melalui pertemuan intensif dan konsep matang, jadilah ia dan dua orang rekannya sepakat untuk membangun usaha. Bisnis bimbel besar yang sedang naik daun. Rupanya virus entrepreneur telah merasuki jiwanya. Dengan negoisasi dengan banyak pihak, ia berhasil mendapatkan pinjaman modal untuk patungan. Ia pun nekat resign meski harus membayar pinalti. Tak masalah, sebab ia dijanjikan akan mendapatkan fee bulanan yang tak beda jauh dengan gajinya  dulu.
Nyatanya berbisnis tak senikmat menyeruput teh manis di pagi hari. Terlalu banyak yang harus dikorbankan untuk sebuah bisnis yang dirintis dengan modal minim. Ada gaji karyawan bulanan, listrik, sewa gedung, yang kesemuanya tak signifikan dengan jumlah siswa yang mendaftar. Bimbel stuck. Tak produktif. Belum genap setahun, bimbel itu gulung tikar. Meninggalkan tumpukan hutang yang serasa mencekik.
Ia sempat terpuruk. Seorang mantan supervisor yang mencicipi pahitnya menjadi pengangguran. Namun, dengan ketegaran ia bangkit. Ia rela mengais rejeki dengan menjajakan makanan kecil di depan SD. Menggoreng kerupuk, membungkusnya, dan menitipkannya di warung-warung kecil. Ia tanggalkan malu dan gengsi demi menyuapkan makanan halal untuk anak istri. Ia tak menyerah, meski perjalanan kehidupan membuat kakinya berdarah-darah. Ia yang hanya mengucur air mata dalam kesendirian bersama Tuhan.
Tahun berlalu, ia rasakan masa depan kembali bersemu dadu. Merentangkan tangannya untuk menyambut sang survivor yang menjaga api agar baranya tak padam.
Maka berjuanglah, sebab masa depan dijanjikan bagi para pemberani!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti