Langsung ke konten utama

Dari Masa Kelam, Menuju Ampunan Tuhan

 RESENSI BUKU

 Judul Buku        : Kau Bidadari Surgaku

 Penulis               : Ade Kurniawan

Penerbit              : Rumah Oranye

Bulan Terbit        : April, 2014

Jumlah Halaman  : 354 halaman

ISBN                  : 978-602-1588-37-6
 




 

Dalam alur cerita yang mengalir ini, dikisahkan bahwa Marwah, seorang gadis dari Kroya terpaksa berprofesi sebagai wanita panggilan di kerasnya kehidupan ibukota. Semua dilakukannya untuk membiayai hidup dan membahagiakan emaknya yang telah menjanda serta kedua adiknya, Farhan dan Hafidz.

Dalam kesehariannya, Marwah bertemu dengan Hamzah, seorang ustadz muda yang aktif berdakwah dan seringkali bertemu dengan Marwah saat membeli bubur ayam. Lewat perantara Hamzah, hidayah menyapa Marwah. Pelan tapi pasti Marwah berhenti menjadi wanita nakal. Dia bertaubat dan memulai hidupnya dari nol. Tuhan telah menakdirkan Hamzah dan Marwah dalam ikatan pernikahan walaupun Marwah telah membuka rahasia masa lalunya yang kelam pada Hamzah dan keluarganya saat datang melamar. Dari pengakuan itu, Marwah juga dikejutkan bahwa ternyata dia bukan kakak kandung Farhan dan Hafidz. Emak hamil dengan lelaki lain. Bukan bapak yang sama dengan bapak mereka. Meski begitu, Hamzah dan keluarganya menerima Marwah apa adanya(hal.33-288).

 Konflik diperuncing dengan dendam Shafa yang masih menyala pada Marwah. Shafa yang dari dulu sampai kini masih menyimpan rasa cinta pada Hamzah, tidak terima kalau Hamzah dimiliki Marwah.

Klimaks dari kisah ini adalah sepekan setelah menikah, Marwah dirawat di rumah sakit. Dia divonis menderita HIV AIDS dan kandungannya yang berusia 2 bulan, mengalami keguguran. Hamzah yang marahpun menjatuhkan talak pada Marwah. Hamzah mulai menyibukkan diri dalam kegiatan dakwah dan dikabarkan malah dekat dengan Shafa. Ternyata Shafa adalah dalang di balik semuanya. Dia telah meminta dokter untuk menukar hasil lab Marwah yang asli dengan hasil lab milik orang lain serta memberikan obat yang membuat sakit Marwah bertambah parah. Fakta itu diketahui Hamzah saat tanpa sengaja mencuri dengar percakapan dokter dengan Shafa. Hamzah pun menyesal dan menarik ucapan talaknya pada Marwah (hal.328-348).

Cerita diakhiri dengan ending yang mengharukan. Sesaat sebelum berpulang, Marwah berniat mendonorkan sepasang matanya untuk Nadya, anak angkat Hamzah. Dan berkat ketulusan dan perjuangannya untuk memperbaiki diri, Allah memanggil Marwah dalam keadaan khusnul khatimah dan diridhio suaminya (hal.349-352).

Dalam novel ini, penulis ingin menyampaikan bahwa kelamnya masa lalu yang dimiliki seseorang bukanlah halangan untuk melenggang ke masa depan yang lebih baik.  Tuhan selalu membuka lebar-lebar pintu taubat bagi hamba-Nya yang benar-benar mau kembali ke jalannya yang lurus. Begitu pula kita sebagai manusia beriman, tidak seharusnya menilai baik buruknya seseorang dari masa lalunya, apalagi sampai menghakiminya. Hanya Tuhan yang mempunyai wewenang mutlak untuk menilai manusia dari kadar ketaqwaannya.

Novel ini, dengan penuturan sederhana namun sarat hikmah dan ilmu yang bertebaran dalam narasi dan dialog tokoh-tokohnya. Hanya saja, terdapat beberapa kesalahan penulisan (typo) yang mengurangi kenyamanan membaca.

Namun demikian, novel religi yang dikemas dengan bahasa lembut dan romantis ini sangat direkomendasikan untuk dibaca sebagai bacaan inspiratif yang memberikan pencerahan kepada pembaca. Insya Allah.

Diresensi oleh: Arinda Sari (Arinda Shafa)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti